Senin, 17 Maret 2014

Kekerasaan pada Pelaksanaan Kaderisasi? Udah Bukan Jamannya Lagi

Berbicara tentang kaderisasi, ada banyak pertanyaan yang muncul di kepala saya seperti apa itu kaderisasi? apa yang dimaksud dengan kader? haruskah kaderisasi dilakukan dengan kekerasan? kalau bisa lembut kenapa harus keras? apa tujuan sebenarnya dari kaderisasi?
Setelah bertanya di mbah google semalam suntuk, akhirnya saya menemukan jawaban atas kegamangan saya selama ini mengenai kaderisasi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kaderisasi adalah pengaderan. Dan arti dari kader adalah orang yang diharapkan memegang peran penting di pemerintahan, partai, dan sebagainya.
Secara etimologis, kata "kader" berasal dari akar kata "en codre" yaitu sebuah ungkapan dari bahasa Perancis yang merujuk kepada orang atau individu yang bakal menduduki posisi penting dalam tataran organisasi militer, baik pada unti kerja yang sudah ada atau unit kerja yang akan dibentuk.
Kaderisasi sering diidentikkan dengan perpeloncoan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pelonco artinya pengenalan dan penghayatan situasi lingkungan baru dengan mengedepankan tata pikiran sebelumnya.

Proses kaderisasi akan mengikuti perkembangan zaman, kaderisasi saat ini berbeda dengan kaderisasi pada era orde baru. Pada masa itu, dibutuhkan mahasiswa-mahasiswa yang berani melawan tirani pemerintahan, sehingga bentuk kaderisasi yang diberikan lebih banyak memberikan pelatihan fisik dan mental, sedangkan pada era reformasi saat ini, tipe kader yang dibutuhkan adalah kader yang kritis dan berwawasan luas, sehingga bentuk kaderisasinya harus sesuai dengan tujuan tersebut.
Saya mengutip sebuah kutipan dari seorang pembina Pramuka yaitu "beda zaman, beda kebutuhan. Beda generasi, beda problem dan solusinya. Kalau untuk mendapatkan produk kader yang baik, pahami kebutuhan dari perspektif mereka. Kuncinya adalah perlakukan kader kita seperti keluarga sendiri, maka feedbacknya akan bagus karena mereka akan "nyaman". Cara ini terbukti lebih efektif menghasilkan loyalitas nyata ketimbang pake kekerasan yang bermodus ketegasan. Cuma militer yang bisa mengaplikasikan ketegasan murni, karena mereka memakai sistem komando."

Mari kita bahas kaderisasi ini ke hal yang lebih khusus yaitu kaderisasi mahasiswa. Sebelum itu kita bisa membuat perbandingan antara OSPEK di luar negeri dengan OSPEK di Indonesia. OSPEK di luar negeri, mahasiswa diperlakukan secara manusiawi, dididik untuk jadi pemimpin yang baik. OSPEK di Indonesia, mahasiswa diperlakukan tidak  wajar, diajarkan tunduk pada penguasa dan diajarkan menindas kaum yang lemah.

Sudah menjadi rahasia umum kalau OSPEK di Indonesia identik dengan kekerasan atau marah-marah. Sepertinya kalau tanpa marah-marah atau kekerasan, OSPEK di Indonesia seperti sayur tanpa garam. Kenapa OSPEK harus identik dengan kekerasan atau marah-marah? Kalau kita tanyakan ini kepada panitia OSPEK, pasti jawaban mereka karena ingin membentuk mental kader mereka menghasilkan loyalis. Memangnya untuk membentuk mental harus dengan kekerasan atau marah-marah? Esensinya apa?Mental seperti apa yang ingin dibentuk? Kekerasan yang selalu bermodus ketegasan, padahal yang bisa menjalankan ketegasan murni cuma militer. Sebuah kekerasan akan menghasilkan kekerasan baru lagi. Menghasilkan loyalis? Loyalis seperti apa yang mau dihasilkan? Kekerasan hanya akan menghasilkan loyalis boneka. Semua yang dijalankan di OSPEK di Indonesia hanyalah tradisi turun temurun. Miris, padahal mahasiswa adalah orang yang berintelektual. Masa iya orang intelek melakukan kegiatan OSPEK dengan cara binatang.

Ada banyak cara yang lebih wajar dan sesuai dengan zaman sekarang yang bisa dilakukan yang lebih menunjukkan mahasiswa sebagai seorang intelek. Beberapa cara tersebut antara lain :
1. Sharing
Kita bisa saling sharing dengan adik-adik kita mengenai dunia perkuliahan. Misalnya apa saja kesulitan yang bakal mereka hadapi ke depannya, bagaimana caranya membagi waktu dengan baik antara kuliah dengan kegiatan di luar kuliah, dan juga bagaimana cara bersosialisasi dan berkomunikasi yang baik dengan masyarakat sekitar kampus.
2. Diskusi
Kita bisa saling diskusi dengan adik-adik kita mengenaicara menjadi pemimpin yang efektif dan cara berorganisasi yang baik dan benar.
Ciri-ciri pemimpin yang efektif adalah sebagai berikut :
- Intelegensi yang cukup tinggi
- Kemapuan melakukan analisis situasi dalam mengambil keputusan
- Kemampuan mengaplikasikan hubungan yang efektif agar keputusan dapat dikomunikasikan
3.Simulasi
Simulasikan semua permasalahan di no. 1 dan 2. Berikan mereka contoh nyata dan biarkan mereka menyelesaikan permasalahan tersebut. Kita bisa melihat kemampuan mereka dan mengetahui apa saja yang kurang dari mereka.
4. Have Fun
Buatlah sebuah kegiatan senang-senang seperti games atau closing party untuk menutup semua kegiatan di atas. Setelah pikiran mereka dipakai untuk berpikir, mereka membutuhkan kegiatan untuk refreshing otak mereka, makanya diperlukan sebuah kegiatan yang have fun.

Dengan melakukan cara di atas, saya yakin kita bisa membentuk kader-kader yang tidak hanya bagus di bidang akademik, tapi juga di bidang non-akademik. Kita juga bisa membentuk pemimpin yang ideal dengan kemampuan organisasi yang ideal pula. Dan kita juga bisa membentuk kader-kader yang mampu berkomunikasi dan bersosialisasi dengan baik serta kader-kader yang cepat tanggap ketika ada masalah dan kritis.

Cukup segini dulu tulisan saya mengenai kaderisasi, untuk menutup tulisan saya ini, saya mengutip sebuah kutipan dari tokoh Mahasiswa Soe Hok Gie, yaitu "masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa, merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan ormas, teman seidiologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah, mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi."

Semoga ini bisa jadi bahan renungan buat kita semua!!!
Share:

0 komentar:

Posting Komentar